MUTIARA NASIHAT #158
DEWI FORTUNE SEDANG BERPIHAK PADAKU
Fortuna adalah dewa kesempatan atau
keberuntungan Romawi. Dia disamakan dengan Tykhe, dewi keberuntungan Yunani.
Fortuna sering digambarkan dalam posisi berdiri di atas sebuah bola,
melambangkan bahwa kesempatan, keberuntungan atau takdir itu tidak selalu
stabil.
Fortuna awalnya adalah dewi kesuburan,
dikenal sebagai Fors Fortuna, dan juga digambarkan membawa kornukopia,
melambangkan kelimpahan atau kecukupkan. Fortuna memiliki sebuah kuil di kota
Roma yang disebut Fortuna Redux, dibangun oleh kaisar Domitianus untuk
merayakan kemenangan atas suku Jerman. Festival untuknya digelar pada 24
Juni.(http://id.m.wikibooks.org/wiki/Mitologi_Romawi/Fortuna)
Apa kaitannya dengan pembahasan kita
hari ini?. Ya kita masih suka mendengar atau pernah mengucap baik sengaja atau
tidak sengaja, sadar tidak sadar, percaya atau tidak percaya, iman dengan dewa
dewi atau tidak, lepas dari itu semua apa hukumnya seorang muslim berucap
"Pada hari ini dewi fortune sedang berpihak pada saya" Atau ketika
tidak beruntung seorang dengan ringannya menyatakan " Dewi Fortune sedang
tidak berpihak pada saya"
Hendaklah kita hati-hatilah dengan apa
yang kita nyatakan, sebab Allah Ta'ala Berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ
رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
(QS. Qaaf: 18).
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan
Abu Hurairoh, Abu Hurairoh Radiyallahu ‘Anhu berkata : ” Saya mendengar
Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Seorang hamba berbicara
dengan sesuatu kalimat yang tidak ada
kejelasan di dalamnya yang membuat nya
terprosok masuk kedalam neraka yang jaraknya antara timur dan barat” (
HR. Bukhari dan Muslim )
Berkaitan tentang baik buruknya
keadaan seseorang atau beuntung dan ruginya seseorang ini tidak lepas dari
kehendak Allah Ta'ala, sebagaimana firmannya yang menjelaskan tentang hal itu:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ
لَهُ إلا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلا رَادَّ لِفَضْلِهِ
Artinya : ” Dan jika Alloh menimpakan
sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya
kecuali Dia. Dan jika Alloh menghendaki kebaikan bagi kamu maka tak ada yang
dapat menolak karuniaNya. “(QS. Yunus :
107)
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ
لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : ” Dan jika Alloh menimpakan
sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya
kecuali Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikkan kepada mu, maka Dia Maha kuasa
atas tiap-tiap sesuatu ” ( QS. Al – An’am:18 )
Jelaslah aqidah seorang muslim baik
buruknya, untung ruginya haruslah dia sandarkan pada Allah, dan sebaliknya jika
dia sandarkan kepada selain Allah bisa syirik.
Jika ada yang beranggapan "Ah
inikan sekedar ungkapan kebiasaan, tidak ada maksud percaya pada dewa /
dewi". Baiklah hadits dibawah ini sebagai bahan pertimbangan dimana Nabi
shalallah 'alaihi wasalam melarang ucapan Sahabat, padahal sahabat tidak
bermaksud menyamakan Nabi dengan Allah.
Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu menuturkan
:
"أن رجلا قال للنبي :" ما شاء الله وشئت "، فقال : أجعلتني لله ندا ؟ ما شاء الله وحده".
“Bahwa ada seorang lelaki berkata
kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam : ‘atas kehendak Allah dan
kehendakmu’, maka Nabi bersabda : “apakah kamu telah menjadikan diriku sekutu
bagi Allah ? hanya atas kehendak Allah semata”.
(HR. An-Nasa’i dengan sanad hasan).
Ulama menjadikan hadits ini dasar atau
contoh dari syirik kecil atau Syirkulashghar, karena pelakunya tidak bermaksud menyamakan Allah dengan yang
lainnya.
Artinya hanya sekedar ucapan yang
tidak ada maksud menduakan Allah.
Maka jika seorang sengaja meyakini
bahwa hidupnya untung dan ruginya bergantung dengan dewa/dewi fortune ini masuk
pada syirik besar.
Syirik secara istilah didefinisikan
sebagai :
جَعْلُ شريك لله في حقه
“Menjadikan sekutu bagi Allah dalam
hak-Nya” [Tahdziibul-Lughah 2/1865, An-Nihaayah fii Ghariibil-Hadiits hal. 476,
dan Al-Kabaair hal. 38].
Dan ancaman bagi seorang yang mati dan
tidak taubat dari syirik besar adalah sebagai berikut:
إِنَّ اللهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى
إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya ” Sesungguhnya Allah tidak
mengampuni (dosa) karena mempersekutukkan Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa
(dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsipa yang
mempersekutukkan Allah, maka sungguh , dia telah berbuat dosa yang besar.” (
Qs. An – Nisa : 48 )
مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ
عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Artinya : ” Sesungguhnya barangsiapa
yang mempersekutukkan ( sesuatau dengan ) Allah, maka sungguh, Allah
mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah
neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang – orang dzolim
itu.” ( QS. Al Maidah : 72 )
Allahuma Ya Allah ampunilah dan
maafkanlah kami dari dosa-dosa kami yang kami sengaja atau yang kami tidak
mengetahuinya.
Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Allahu'alam
Pondok
Aren
27Robi'Akhir
1436H/16-2-2015M
Abu Aminah Abdurrahman
Ayub
Pin bb 7FB8C9B6.
Fb Abdul Rahman Ayub
Hp/WA 081310144169
0 komentar:
Posting Komentar